top of page

Wabi Sabi



Saat membaca buku ini seakan-akan jiwa perfeksionis saya meraung-raung dan mulai runtuh seketika. Ya, butuh keberanian tersendiri untuk mengakui ternyata menjadi perfeksionis membuat saya merasa lelah. Dan kemudian mulai berani menerima diri saya sebagaimana adanya. Dihadapkan dengan pertanyaan, mengapa sering kali orang-orang mengukur kebahagiaan kita dari hal-hal yang belum kita miliki? Atau, pernah seorang teman bertanya pada saya “bila kamu bisa mendapatkan semua yang kamu inginkan, maka bagaimana caranya kamu belajar tentang kesabaran?”


Tenggelam dalam kubangan pertanyaan ini, saya menemukan seluruh jawabannya pada buku Wabi Sabi. Dalam pencarian Ikkigai saya, sesungguhnya saya menemukan setitik kecil pencerahan tentang kebahagian, tentang keindahan, tentang ketidaksempurnaan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Wabi juga berarti ‘alam’; ‘layu’ dan Sabi bisa berarti ‘keindahan’ atau ‘ketenangan’. Secara harfiah Wabi Sabi adalah konsep Jepang tentang bagaimana cara melihat Keindahan dalam Ketidaksempurnaan.


Penulis membawa saya (re: pembaca) untuk kemudian menyadari bahwa kita semua (termasuk juga Anda yang membaca tulisan ini) adalah mahluk yang tak sempurna, tak utuh, tak tuntas dan juga fana. Dan kemudian lebih jauh, ia juga menjelaskan bahwasannya kebahagian yang kita cari tidak melulu kita dapatkan hanya dengan menumpuk materialitas, memperpanjang hari dengan cahaya buatan, bekerja sampai dengan larut pagi dan kemudian melupakan perubahan-perubahan alam.


Coba berhenti sejenak, kemudian pikirkan apa yang kita cari selama ini? Apakah cara-cara yang sudah kita tempuh mampu memberikan hasil yang kita cari? Masih berhargakah benda-benda materialitas yang kita tumpuk, kerja keras ambisi untuk sebuah pangkat atau gelar, apakah itu semua bisa membuat kita bahagia ataukah hanya akan jatuh sakit dikemudian hari karena kita seringkali melewatkan cahaya matahari dan begadang hingga larut pagi? Sudahkah kita berguna untuk sesama atau apakah dunia bisa menjadi lebih baik dengan adanya kita ataukah kita yang terlalu jahat pada alam yang ternyata keduanya adalah sama fananya?

Recent Posts

See All

Cerita dibawah Langit Jakarta

Beberapa orang mengukur kesuksekan yang mereka raih dari sebanyak apa harta yang mereka tumpuk, atau setinggi apa jabatan yang mereka...

Comments


790392aed4b14197b995b1341859060d.jpg

Hi, thanks for stopping by!

Danik Astutik  is an ambivert, INFJ, bibliophile and pluviophile type who also enjoy DIY, scrapbooking and yoga in her spare time beside drowning herself in searching of audit and taxation knowledge. She likes to write, to cook and to teach. Through this blog, she hopes that you find it useful and inspire from #tulisandanik. 

Let the posts
come to you.

Thanks for submitting!

  • Linked In
  • Instagram
bottom of page